Artikel
TINGKAT CEMARAN UNSUR RADIONUKLIDA ALAM 238U DAN 232Th DI PERAIRAN SEKITAR KAWASAN PLTU BATUBARA (KAJIAN DI PERAIRAN PULAU PANJANG DAN PESISIR TELUK LADA, BANTEN) | Prosiding SKN 2011
Sebuah penelitian ilmiah mengungkapkan bahwa kawasan perairan di sekitar Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya, khususnya di Pulau Panjang, menunjukkan tingkat cemaran radionuklida alam yang lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah kontrol di sekitar PLTU Labuan.
Radionuklida alam yang diteliti adalah uranium-238 (²³⁸U) dan thorium-232 (²³²Th), yang dikenal sebagai bagian dari material radioaktif yang secara alami terdapat dalam batubara. Kedua unsur tersebut terdeteksi dalam berbagai komponen lingkungan laut seperti air, sedimen, rumput laut, ikan teri, dan kerang.
Pengukuran dilakukan menggunakan metode Neutron Activation Analysis (NAA), dan hasilnya mencengangkan: kandungan ²³⁸U dalam sedimen Pulau Panjang mencapai hingga 35,0 Bq/kg, sementara ²³²Th mencapai 35,7 Bq/kg. Ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan lokasi pembanding di Teluk Lada yang masing-masing hanya sebesar 10,4 dan 16,6 Bq/kg.
Penelitian juga mencatat bahwa organisme laut seperti rumput laut alami, kerang, dan ikan teri menunjukkan akumulasi radionuklida tersebut. Jenis rumput laut Ulva lactuca bahkan memiliki kadar uranium tertinggi hingga 48 Bq/kg. Kerang Codakia juga memperlihatkan akumulasi uranium yang signifikan, lebih tinggi dari thorium, meski thorium lebih mudah diserap oleh jaringan organisme.
Peneliti menyimpulkan bahwa peningkatan kadar cemaran ini kemungkinan besar berkaitan erat dengan aktivitas pengoperasian PLTU Suralaya yang telah berjalan selama lebih dari dua dekade. Fly ash dan aktivitas bongkar muat batubara dengan kapal tongkang menjadi faktor utama penyebaran radionuklida ke lingkungan laut.
Temuan ini menekankan pentingnya pengawasan ketat terhadap dampak lingkungan dari PLTU, khususnya terhadap potensi paparan radiasi pada ekosistem laut dan kesehatan manusia (Tim Perpustakaan).