Artikel
SAFETY CONSIDERATIONS IN THORIUM FUEL CYCLE: FROM FUEL PRODUCTION, OPERATION TO WASTE DISPOSAL | Prosiding SKN 2022
Energi nuklir kembali jadi perbincangan hangat, namun kali ini bukan karena uranium, melainkan thorium. Sebuah studi dari Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) mengulas secara mendalam tentang siklus bahan bakar thorium dalam reaktor garam cair, teknologi generasi baru yang dinilai lebih aman dan efisien.
Penelitian ini mengangkat berbagai aspek keselamatan dari penggunaan bahan bakar cair berbasis thorium, mulai dari proses penambangan, penggunaan selama operasi, hingga pengelolaan limbah radioaktif. Meskipun thorium menghasilkan limbah dengan radiasi tinggi jangka pendek, namun secara jangka panjang lebih ramah lingkungan dibanding uranium karena minim aktinida seperti plutonium dan amerisium.
“Thorium empat kali lebih melimpah daripada uranium dan bisa ditambang secara terbuka dari batuan monasit. Ini jauh lebih mudah dan murah,” ungkap Petit Wiringgalih, peneliti utama dari BAPETEN.
Namun, penggunaan thorium tidak lepas dari tantangan. Reaktor garam cair berpotensi menghasilkan tritium—zat radioaktif yang bisa menyerap ke hampir semua material, termasuk kulit manusia. Oleh karena itu, studi ini menegaskan perlunya regulasi yang ketat terkait keselamatan kerja, pengendalian radiasi, serta teknologi pengolahan limbah.
Studi ini menjadi pijakan penting bagi negara-negara yang ingin beralih ke energi hijau menggunakan teknologi nuklir. Dengan pemahaman yang kuat tentang siklus bahan bakar thorium, diharapkan transisi energi bersih bisa dilakukan tanpa mengorbankan keselamatan publik dan lingkungan. (Tim Perpustakaan).
Judul | Edisi | Bahasa |
---|---|---|
Molten Salt Reactors and Thorium Energy | 1 | en |