Artikel
Komparasi Metode Amonium Fosfomolibdat (AMP) dan Metoda Kalium Ferosianida (K4 Fe(CN)6) pada Analisis 137Cs dalam Sampel Air Hujan | Prosiding SKN 2021
Kekhawatiran masyarakat terhadap potensi kontaminasi radioaktif di lingkungan kembali diuji melalui sebuah penelitian yang dilakukan oleh para peneliti dari Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi BATAN bekerja sama dengan Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini membandingkan dua metode pengendapan, yaitu Amonium Fosfomolibdat (AMP) dan Kalium Ferosianida (K₄Fe(CN)₆), dalam menganalisis kandungan Cesium-137 (¹³⁷Cs) pada sampel air hujan di Jakarta, Bogor, dan Serpong.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh sampel air hujan masih berada di bawah batas deteksi alat spektrometer gamma yang digunakan. Dengan kata lain, kadar ¹³⁷Cs dalam air hujan tersebut sangat rendah dan aman bagi kesehatan masyarakat. Nilai yang diperoleh juga jauh di bawah ambang batas yang ditetapkan oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN), yakni 0,26 Bq/liter.
Cesium-137 dikenal sebagai salah satu zat radioaktif berbahaya dengan waktu paruh 30 tahun dan dapat masuk ke rantai makanan melalui air, udara, maupun tanah. Namun, penelitian ini menegaskan bahwa tidak ditemukan adanya risiko paparan berbahaya melalui air hujan di wilayah pengamatan.
Para peneliti juga mencatat bahwa metode AMP sedikit lebih unggul dibandingkan Kalium Ferosianida dalam hal tingkat pemulihan (recovery), meskipun keduanya sama-sama menunjukkan hasil yang valid dan dapat digunakan sebagai teknik analisis andal.
Dengan hasil ini, masyarakat di sekitar Jakarta, Bogor, dan Serpong dapat bernafas lega karena air hujan di wilayah tersebut terkonfirmasi aman dari kontaminasi radioaktif cesium (Tim Perpustakaan).
Jika file tidak bisa di unduh, hubungi pustakawan.