Artikel
Studi Penerapan General Safety Requirement Part 7 IAEA untuk PLTN Apung | JUPETEN 2023
Penggunaan lahan semakin mengkhawatirkan karena pertumbuhan populasi, pembangunan infrastruktur, dan penurunan sektor kehutanan dan pertanian, dengan sektor konstruksi energi termasuk Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) semakin menonjol. Dikarenakan hal tersebut, semakin banyak desain PLTN yang dikembangkan salah satunya adalah PLTN Apung. Di balik manfaatnya, salah satu aspek keselamatan yang harus dipenuhi pada desain PLTN adalah kesiapsiagaan dan penanggulangan kedaruratan nuklir. Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) saat ini sedang menyusun revisi Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2014 tentang Keselamatan dan Keamanan Instalasi Nuklir dan Peraturan Kepala Bapeten Nomor 1 Tahun 2010 tentang Kesiapsiagaan dan Penanggulangan Kedaruratan Nuklir yang memuat mengenai kesiapsiagaan dan penanggulangan kedaruratan nuklir. IAEA sebagai lembaga pengawas tenaga nuklir internasional juga telah menerbitkan General Safety Requirements (GSR) Part 7 tentang Preparedness and Response For a nuclear or Radiological emergency/Kesiapsiagaan dan Penanggulangan Kedaruratan Nuklir atau Radiologi.
Menimbang kompleksitas dan tantangan yang berbeda dibutuhkan telaah penerapan GSR Part 7 pada PLTN Apung yang dapat menjadi masukan terhadap revisi peraturan-peraturan tersebut. Makalah ini disusun untuk mengelaborasi penerapan GSR Part 7 untuk desain PLTN ini. Dari hasil telaah didapatkan bahwa beberapa hal yang perlu diterapkan untuk desain PLTN Apung adalah zona kedaruratan nuklir; zona perluasan kedaruratan nuklir; komunikasi publik; dan penanganan limbah radioaktif.
Judul | Edisi | Bahasa |
---|---|---|
Strategi Kebijakan Pengawasan Pembangunan PLTN SMR di Indonesia | Prosiding SKN 2023 | id | |
Laporan Akhir: Kajian Teknis Persyaratan Perizinan PLTN | - | id |